Rabu, 03 Februari 2010

Kerbau, Binatang Populer dalam Demonstrasi



Dear Zev, AsMod dan KoKiers,

Akhir -akhir ini suhu politik di Tanah air seperti biasa mulai bergejolak. Di mulai dari memanasnya kasus Bank Century yang tidak kunjung selesai. Ada banyak pihak yang terlibat, mulai dari Menkeu Sri Mulyani, Wapres Boediono, Anggodo, pemilik Bank Century (2 masih buron), bahkan muncul permasalahan sel mewah. Tak ketinggalan aparat hukum ikut kisruh, entah mana yang benar, sampai-sampai yang membaca berita bingung sendiri.


Kalau kita amati justru yang lagi "booming" adalah istilah binatang-binatang yang "beraksi" yang digunakan, mulai dari cicak vs buaya, godzilla, komodo.

Silakan baca artikel sebelumnya ,
http://kolomkita.detik.com/baca/artikel/3/959/pilih_cicak_atau_buaya_

Bahkan sekarang bertambah lagi deretan binatang populer Indonesia yaitu KERBAU. Memang luar biasa Indonesia, perbendaharaan katanya sungguh berjibun. Bahkan dalam demontrasi pun bisa digunakan simbol kerbau. Kenapa bukan sapi ya?

Padahal kerbau-pun binatang yang membantu manusia, misalnya membajak sawah. Kerbau pun bisa masih dimanfaatkan daging, susu dan tenaga kerjanya. Kenapa kerbau bisa identik dengan binatang pemalas ya? Coba tanyalah pak petani.



KoKiers, pada tanggal 28 Januari 2010 merupakan puncak kejayaan kerbau dimana binatang tersebut turut serta andil dalam demo di Bundaran HI. Entah ide darimana membawa bintang tak bersalah untuk ikut-ikutan demo. Idealnya kerbau dibiarkan mengerjakan kegiatan sehari-harinya untuk membantu pekerjaan pak petani, akan tetapi apa boleh buat kerbau yang disewa seharga Rp. 1,5 juta diajak pentas di acara demo. Kerbau inipun diberi nama kerbau SiBuYa.

Sejak kemunculan kerbau SiBuYa itulah menuai banyak tanggapan terutama dari RI-1, yang menyatakan keberatan dengan cara-cara demonstrasi yang dianggap sudah keluar dari rel "demokrasi". Herannya, kerbau yang tidak bersalah dijadikan ajang hujat menghujat. Coba dipahami kembali, apa salah kerbau dari Pondok Gede ini? Kasihan benar nasib kerbau ini. Tidak ikut menikmati uang sewa Rp 1,5 juta tapi ikutan kecipratan hujatan dan makian.

Penggunaan istilah kerbau untuk RI-1 itulah yang bikin Pak SBY meradang sejadi-jadinya. Jadilah Pak SBY "curhat" untuk lebih beradab dalam berdemokrasi. Pak SBY menolak untuk dipersamakan dengan kerbau yang dianggap dianggap berbadan besar, pemalas, bodoh dan suka tidur. Duh, sampai segitunya menganggap kerbau sejelek itu.



Drama "kerbau" ini semakin diperpanas dengan pernyataan Ruhut Sitompul (Ketua DPP Partai Demokrat). Ibarat api yang sudah memanas, disiram dengan bensin, jadilah tambah panas lagi suasananya. Ruhut Sitompul berpendapat, "Pembawa kerbau dalam demo 100 hari pemerintahan duo SBY -Boediono itu biadab. Bahkan kata -kata "biadab" diucapkan 7 kali supaya terdengar jelas dan nyaring. Wah, memang Ruhut Sitompul harus diacungi jempol, perbendaharaan katanya mantap dan "luar biasa".

Beberapa waktu yang lalu, Ruhut Sitompul pun mempopulerkan kata-kata "bangsat", kali inipun tidak kurang gagahnya dengan perkataan "biadab" . Luar biasa memang wakil rakyat satu ini. Kemunculannya selalu bikin suasana tambah "panas" dan tambah runyam.

Pendapat Penulis

Demokrasi di Indonesia kadang kala memang sudah berlebihan, dapat dikatakan mulai tidak "murni " memperjuangkan inspirasi rakyat. Konon acara demo pun ada bayarannya, ada juga pembagian nasi bungkus, entah benar atau tidak, akan tetapi di berbagai mass media Indonesia pasti ada berita miring ini.

Mengenai Kerbau, memang agak berlebihan memaksa kerbau untuk berdemo ria ditengah terik panas matahari. Saya justru kasihan dengan binatang kerbau yang jadi ajang hujat. Curahan hati ala Pak SBY pun jangan dianggap berlebihan, wajar namanya juga manusia biasa. Presiden juga manusia biasa yang mempunyai perasaan dan bisa tersinggung.

Kalau saya dipersamakan dengan kerbau tentu saja tidak marah, buat apa marah, wong kerbau itu binatang yang baik bukan pemalas. Coba tanya pak petani, "Siapa yang bantu pak petani membajak sawah? ". Kerbau itu binatang yang bermanfaat bagi manusia. Apalagi saya tidak merasa sebagai kerbau tetapi sebagai manusia, buat apa tersinggung? Gitu saja koq repot (ungkapan alm Gus Dur yang terkenal).

Kalau Pak SBY marah dan tersinggung, maka hanya satu cara membungkam demonstrasi, "Buktikanlah bahwa pemerintahan duo SBY-Boediono memang pantas jadi pilihan rakyat Indonesia". Perbaiki sistem hukum Indonesia yang amburadul dan tingkatkan kehidupan rakyat. Sudah resiko sebagai pemimpin bangsa, kadang kala dihujani kritikan.

Sedangkan mengenai Ruhut Sitompul, adanya baiknya sebagai wakil rakyat untuk belajar memilah dan mengguna- kan kata-kata. Jangan sampai keceplosan kata-kata "bangsat dan biadab", masih ada pilihan kata yang lebih baik bukan? Wakil rakyat berarti pilihan rakyat dan merupakan penyuara aspirasi rakyat. Mungkin ada baiknya lembaga negara melakukan penataran kembali buat anggota Dewan sehingga kedepannya tidak terucap kata-kata bangsat dan biadab. Saya yang membaca berita tentang perkataan "bangsat dan biadab" butuh waktu untuk mempercayai bahwa memang benar bahwa perkataan itu diucapkan oleh anggota dewan yang terhormat. Saya baca di berbagai mass media, barulah saya percaya.

Akhir kata, semuanya berita-berita politik di Tanah air bagaikan drama/sinetron bersambung yang tidak berkesudahan. Justru masalah utama tidak segera diselesaikan, malah berputar-putar di masalah-masalah bombatis seperti ini. Kalau ribut terus seperti ini, kapan bekerja dan membangun negara? Semuanya ini hanya tulisan dan saran dari wong cilik.

Terimakasih buat semuanya yang telah membaca.

Salam hangat dari Jepang,
Ryu & Yuka-chan no mama


Referensi :

  • http://www.detiknews.com/read/2010/02/03/150507/1292052/10/buyung-keberatan-presiden-sby-beralasan
  • http://nasional.kompas.com/read/2010/02/03/11335954/Ruhut:.Pembawa.Kebo.itu.Biadab.
Sumber:Kolomkita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar